ASKEP HIPOSPADIA



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada  sis ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.
1.2  Rumusan Masalah
a.    Apa definisi Hipospadia ?
b.    Apa etiologi Hipospadia ?
c.    Apa prognosis Hipospadia ?
d.   Apa patofisiologi Hipospadia ?
e.    Apa klasifikasi Hipospadia ?
f.     Apa maninfestasi klinik Hipospadia ?
g.    Apa komplikasi Hipospadia ?
h.    Apa pemeriksaan penunjang  Hipospadia ?
i.      Apa penatalaksanaan Hipospadia ?
j.      Apa pengkajian Hipopasdia ?
k.    Apa diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
l.      Apa  rencana intervensi Hipopasdia ?
1.3    Tujuan
a.    Untuk mengetahui definisi Hipospadia ?
b.    Untuk mengetahui etiologi Hipospadia ?
c.    Untuk mengetahui prognosis Hipospadia ?
d.   Untuk mengetahui patofisiologi Hipospadia ?
e.    Untuk mengetahui klasifikasi Hipospadia ?
f.     Untuk mengetahui maninfestasi klinik Hipospadia ?
g.    Untuk mengetahui komplikasi Hipospadia ?
h.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang  Hipospadia ?
i.      Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipospadia ?
j.      Untuk mengetahui pengkajian Hipopasdia ?
k.    Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
l.      Untuk mengetahui rencana intervensi Hipopasdia ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  KONSEP MEDIK
2.1  Definisi
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010:163)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.
2.2  Etiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1.      Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.      Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.      Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor resiko. (Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature dari sel interstisial testis.Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
2.3  Prognosis
Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan hipospadia.
2.4  Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
2.5  Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1.    Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2.    Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3.    Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
2.6  Maninfestasi Klinik
1.      Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2.      Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3.      Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.      Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5.      Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.      Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.      Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.      Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.      Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
2.7  Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1.       Infertility
2.      Resiko hernia inguinalis
3.      Gangguan psikososial
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1.      Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2.      Sturktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis.
3.      Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4.      Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5.      Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6.      Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
2.8  Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
1.    Rontgen
2.    USG sistem kemih kelamin.
3.    BNO-IVP
2.9  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi.
1.      Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah 
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2.      Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
3.      Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
a.    Operasi Hipospadia satu tahap(ONE STAGE URETHROPLASTY ) Adalah   tekhni operasi   sederhana   yang   sering   digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok.Kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid  scrotum.  Intinya  tipe  hipospadia  yang  letak  lubang  air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau  sisa  kulit  yang sulit  di tarik  pada  saat dilakukan operasi  pembuatan  uretra  saluran  kencing  ).  Kelainan  yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
b.    Operasi Hipospadia 2 tahap
Tahapan pertama operasi pelepasan chordee dan  tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium untuk  menutup  bagian  ventral/bawah  penis.  Tahap  selanjutnya (  tahap  kedua  )  dilakukan  uretroplasty  (  pembuatan  saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.



B. KONSEP KEPERAWATAN
2.10  Pengkajian
1.      Identitas
a.       Usia
Ditemukan saat lahir
b.      Jenis kelamin
hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2.      Keluhan Utama
Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum, 2010:163)
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b.      Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir.
4.      Riwayat Kongenital
a.        Penyebab yang jelas belum diketahui.
b.      Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c.       Lingkungan polutan teratogenik.
5.      Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
6.      Activity Daily Life
a.       Nutrisi
 Tidak ada gangguan
b.      Eliminasi
anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK
c.       Hygiene Personal
Dibantu oleh perawat dan keluarga
d.      Istirahat dan Tidur
Tidak ada gangguan
7.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan kelainan
b.      Sistem neurologi
Tidak ditemukan kelainan
c.       Sistem pernapasan
Tidak ditemukan kelainan
d.      Sistem integumen
Tidak ditemukan kelainan
e.       Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f.       Sistem Perkemihan
§  Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
§  Kaji fungsi perkemihan
§  Dysuria setelah operasi
g.      Sistem Reproduksi
§  Adanya lekukan pada ujung penis
§  Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
§  Terbukanya uretra pada ventral
§  Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.
2.11 Diagnosa
A.    Pre Operasi
1.      Gangguan rasa nyaman
B.     Post Operasi
1.      Nyeri akut
2.      Resiko infeksi




2.12 Rencana Intervensi
No.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi

1.
Pre Operasi
Gangguan rasa nyaman
Definisi:
Merasa kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial.
Batasan Karakteristik:
ü  Ansietas
ü  Menangis
ü  Gangguan pola tidur
ü  Takut
ü  Ketidakmampuan untuk relaks
ü  Iritabilitas
ü  Merintih
ü  Melaporkan merasa dingin
ü  Melaporkan merasa panas
ü  Melaporkan perasaan tidak nyaman
ü  Melaporkan kurang senang dengan situasi tersebut
ü  gelisah
Faktor yang Berhubungan:
ü  Gejala terkait penyakit
ü  Sumber yangtidak adekuat (misalnya dukungan finansial dan sosial)
ü  Kurang pengendalian lingkungan
NOC
1.      Tingkat kenyamanan
2.      Tingkat ansietas

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu untuk:
1.    Menunjukkan tingkat kenyamanan dengan indicator:
§  Melaporkan kesejahteraan fisik
§  Melaporkan kepuasan dengan kontrol gejala
§  Melaporkan kesejahteraan psikologis
§  Mengekspresikan kepuasan hati dengan lingkungan fisik
§  Mengekspresikan kepuasan hati dengan hubungan sosial
§  Mengekspresikan kepuasan spiritual
§  Melaporkan kepuasan dengan tingkat kebebasan
§  Mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri
2.    Menunjukkan Ansietas dengan indikator:
1.    Menunjukkan fleksibilitas peran
2.    Keluarga menunjukkan
3.    fleksibilitas peran para anggotanya
4.    Melibatkan angoota keluarga dalam membuat keputusan
5.    Mengekspresikan perasaan dan kebebasan emosional
6.    Menunjukkan strategi penurunan stress
NIC
Pain Management
1.       Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2.       Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, skala, kualitas dan faktor presipitasi(otot yang sudah lama tidak digerakkan)
3.       Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan relaksasi, mis. Pemijatan, mengatur posisi, teknik relaksasi.
4.       Gunakan teknik panas dan dingin sesuai anjuran untuk meminimalkan nyeri.
5.       Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri
6.       Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih terukur
7.       Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Penurunan Ansietas
8.       Gunakan pendekatan yang menenangkan
9.       Nyatakan  dengan  jelas  harapan  terhadap  pelaku pasien
10.   Temani  pasien  untuk  memberikan  keamanan  dan mengurangi takut
11.   Dorong keluarga untuk menemani anak
12.   Lakukan back / neck rub
13.   Dengarkan dengan penuh perhatian
14.   Identifikasi tingkat kecemasan
15.   Bantu  pasien  mengenal  situasi  yang  menimbulkan kecemasan
16.   Dorong  pasien  untuk  mengungkapkan  perasaan, ketakutan, persepsi
17.   Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Kolaborasi
18.   Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
19.   Kolaborasi prosedur pembedahan :
a.       Pelepasan chordee dan  tunneling
b.      uretroplasty
Health Education
20.   Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis  Managemen Tekanan
21.   Jelaskan  semua  prosedur  dan  apa  yang  dirasakan selama prosedur
22.   Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

2.
Post Operasi
Nyeri akut
Definisi:
Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan (Assosiation for Study of Pain) : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik:
ü  Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal
ü  Menunjukkan kerusakan
ü  Posisi untuk mengurangi nyeri
Faktor-Faktor yang berhubungan:
Agen cedera (biologi, psikologi, kimia, fisika)

NOC
1.        Kontrol Nyeri
2.        Tingkat Kenyamanan
3.        Tingkatan nyeri
Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu :
·         Mengontrol nyeri, dengan indikator :
v Mampu mengenali faktor penyebab
v Mampu melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
v Mampu mengenali gejala-gejala nyeri
·         Mempertahankan tingkat kenyamanan, dengan indikator :
v Dapat melakukan aktivitas seperti biasa tanpa harus merasakan nyeri.
·       Menunjukan tingkat nyeri, dengan indikator :
v Mampu melaporkan adanya nyeri, frekuensi nyeri dan episode lamanya nyeri.
v Tanda-tanda vital kembali normal.

NIC
Manajemen Nyeri
1.      Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/ beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
2.      Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
3.      Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat menyatakan pengalaman nyerinya serta dukungan dalam merespon nyeri.
4.      Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan, aktifitas, kesadaran, mood, hubungan social, performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari
5.      Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon pasien.
6.      Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup.
Pemberian Analgetik
7.      Menentukan lokasi, karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati klien.
8.      Cek riwayat alergi obat.
9.      Tentukan jenis analgesic yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
10.  Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
11.  Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis awal, pengamatan juga dilakukan melihat adanya tanda dan gejala buruk atau tidak menguntungkan ( berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut kering dan konstipasi).
Kolaborasi
12.  Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tenaga profesional lain untuk memilh teknik non farmakologi
13.  Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi perubahan obat, dosis, rute pemberian, atau interval, serta membuat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip equianalgesic.
Health Education
14.  Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan.
15.  Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri nyeri.
3.
Resiko Infeksi
Definisi:
Kenaikan resiko karena diserang oleh organisme penyakit.
Batasan Karakteristik:
ü  Penyakit kronik
ü  Mendapatkan kekebalan yang tidak adekuat
ü  Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g., kerusakan kulit, jaringan yang luka, pengurangan dalam tindakan, perubahan pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)
ü  Pertahanan kedua yang tidak adekuat (pengurangan hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang menyebabkan radang)
ü  Pertambahan pembukaan lingkungan pada pathogen
ü  Agen farmasi (ex: zat yang menghambat reaksi imun)
ü  Membran amniotic pecah sebelum waktunya
ü  Memperpanjang perpecahan pada membrane amniotic
ü  Trauma/luka berat
ü  Destruksi jaringan

NOC
1.         Status Imun
2.         Kontrol Infeksi

Tujuan dan Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien mampu untuk:
1.    Menunjukan status imun, dengan indikator :
·      Tidak adanya infeksi berulang, tidak adanya tumor, Reaksi tes kulit cocok dengan pembukaan, Kadar zat terlarut pada antibody dalam batas normal
2.      Menunjukan kontrol infeksi, degan indikator :
·      Mendeskripsikan mode transmisi, mendeskripsikan factor-faktor yang menyertai transmisi, mendeskripsi-kan tanda-tanda dan gejala, Mendeskripsikan aktivitas-aktivitas meningkatkan daya tahan terhadap infeksi.
NIC
Kontrol Infeksi
1.      Batasi jumlah pengunjung/pembezuk.
2.      Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar.
3.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien.
4.      Gunakan aturan umum.
5.      Gunakan sarung tangan yang bersih.
6.      Jaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur.
7.      Jaga lingkungan agar tetap steril ketika mengganti saluran dan botol TPN.
8.      Tutup/jaga kerahasiaan system ketika melakukan pemeriksaan invasive hemodynamic.
9.      Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan petunju CDC.
10.  Pastikan keadaan steril saat menangani IV.
11.  Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat.
12.  Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat.
13.  Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
Health Education
14.  Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki kesehatan pribadi.
15.  Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
16.  Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan.
17.  Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic sesuai resep.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra.
3.2  Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.



DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2010. Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9.Jakarta : EGC
Anonim. 2014. Makalah ASKEP HIPOSPADIA (http://.wordpress.com/2010/02/03/)  diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA
Anonim. 2014. Askep Hipospadia (http://blogspot.com/2010/02/arie-noki/askep-hipospadia) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA
Anonim. 2014. Hipospadia (http://www.google.com/ 2010/02/03/ hipospadia/TRI RIZKI PERURI HARDIANTO  MAKALAH HYPOSPADIA.html) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Askep tentang “Hipospadia”  tugas ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak. 
Adapun Askep tentang Hipospadia telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan tugas ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga saya dapat memperbaiki tugas ini.
Akhirnya kami mengharapkan semoga dari Askep tentang Hipospadia dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.


Gorontalo,  Mei 2014

 Penyusun



Text Box: i

 

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................      i
DAFTAR ISI ...................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................      1
1.1  Latar Belakang ............................................................................      1
1.2  Rumusan Masalah ........................................................................      2
1.3  Tujuan ..........................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................      4
2.1  Definisi Hipospadia .....................................................................      4    
2.2  Etiologi ........................................................................................      4
2.3  Prognosis .....................................................................................      5
2.4  Patofisiologi .................................................................................      5
2.5  Klasifikasi.....................................................................................      6
2.6  Maninfestasi Klinik .....................................................................      6
2.7  Komplikasi ...................................................................................      7
2.8  Pemeriksaan Penunjang ...............................................................      7
2.9  Penatalaksanaan ...........................................................................      8
2.10 Pengkajian .................................................................................      10
2.11  Diagnosa Keperawatan .............................................................      12
2.12 Pathways ...................................................................................      13
2.13 Rencana Intervensi ....................................................................      14
BAB III PENUTUP.........................................................................      22
3.1 Kesimpulan...................................................................................      22
3.2 Saran ............................................................................................      22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................      23


Text Box: ii
 
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

1 Response to "ASKEP HIPOSPADIA"

  1. Unknown says:
    21 September 2015 pukul 21.57

    nice gan (Y), izin copas yaa

Posting Komentar