ASKEP HIPOSPADIA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hipospadia
terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis
yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra
sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi
funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan
uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan
uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.
Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus
yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang
batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan
perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai
topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal
sebagai chordee, pada sis ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.
Tidak ada masalah
fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada
anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan
seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal;
dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin;
dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan
hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan
sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2
tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena itu bayi dengan
hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa
hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki
fungsi dan penampilan penis.
Hipospadia
terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada kasus yang
paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans penis, terdapat
berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak sempurna pada sisi
ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat
keparahan, penis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada penis
lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak
dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di koreksi. Karenanya, hal ini
menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada
beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada kasus ekstrem,
uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang-kadang meluas kebasis
dorsal penis (transposisi skrotum), dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus
demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi
verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of
mullerian structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi
tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan
korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa definisi Hipospadia ?
b. Apa etiologi Hipospadia ?
c. Apa prognosis Hipospadia ?
d. Apa patofisiologi Hipospadia ?
e. Apa klasifikasi Hipospadia ?
f. Apa maninfestasi klinik Hipospadia ?
g. Apa komplikasi Hipospadia ?
h. Apa pemeriksaan penunjang Hipospadia
?
i. Apa penatalaksanaan Hipospadia ?
j. Apa pengkajian Hipopasdia ?
k. Apa diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
l. Apa rencana intervensi Hipopasdia ?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi Hipospadia ?
b. Untuk mengetahui etiologi Hipospadia ?
c. Untuk mengetahui prognosis Hipospadia ?
d. Untuk mengetahui patofisiologi Hipospadia ?
e. Untuk mengetahui klasifikasi Hipospadia ?
f. Untuk mengetahui maninfestasi klinik Hipospadia ?
g. Untuk mengetahui komplikasi Hipospadia ?
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
Hipospadia ?
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan Hipospadia ?
j. Untuk mengetahui pengkajian Hipopasdia ?
k. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Hipopasdia ?
l. Untuk mengetahui rencana intervensi Hipopasdia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP MEDIK
2.1 Definisi
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya
kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada
muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati
tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu
istilah untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2007:168)
Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra bermuara pada
sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi,2010:141)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada
penis bagian bawah, bukan diujung penis. Beratnya hipospadia bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat
ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau
dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan
vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat ereksi.
(Muslihatum, 2010:163)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia
adalah suatu kelainan bawaan dimana letak lubang urethra tidak pada tempat yang
semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.
2.2 Etiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui. Dapat dihubungkan dengan faktor
genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Namun, ada beberapa factor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormone
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila
reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang
semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2.
Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari
gen tersebut tidak terjadi.
3.
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Faktor resiko.
(Suriadi,2010:142)
Penyebab kelainan ini
adalah maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang premature
dari sel interstisial testis.Faktor eksogen antara lain pajanan prenatal
terhadap kokain, alcohol, fenitoin, progesitin, rubella, atau diabetes
gestasional.(Mansjoer, 2000 : 374)
2.3 Prognosis
Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat
jahitan, balutan, dan antibiotik yang ada sekarang, operasi hipospadia telah
menjadi operasi yang cukup sukses dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi
hipospadia secara keseluruhan sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis
berkurang, dan lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk
perbaikan hipospadia.
2.4 Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi
sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai
derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran
pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada
sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
2.5 Klasifikasi
Tipe hipospadia
berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior
yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak
pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan
tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri
dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri
dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan
terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar
dan umumnya testis tidak turun.
2.6 Maninfestasi
Klinik
1.
Glans penis bentuknya
lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai
meatus uretra eksternus.
2.
Preputium (kulup) tidak
ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
3.
Adanya chordee, yaitu
jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis,
teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4.
Kulit penis bagian
bawah sangat tipis.
5.
Tunika dartos, fasia
Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6.
Dapat timbul tanpa
chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7.
Chordee dapat timbul
tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8.
Sering disertai
undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9.
Kadang disertai
kelainan kongenital pada ginjal.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara
lain striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang sebenarnya
dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1. Infertility
2. Resiko hernia inguinalis
3. Gangguan psikososial
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1.
Edema / pembengkakan
yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga terbentuknya
hematom / kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut
tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2.
Sturktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi
dari anastomosis.
3.
Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing
berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4.
Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai
parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat
ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5.
Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang.
6.
Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
2.8 Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik.
Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi.
Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi
sering disertai kelainan pada ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan
radiologis.
1.
Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi.
1.
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis
menjadi
lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan
normal.
2.
Operasi harus dilakukan
sejak dini, dan sebelum operasi
dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena
kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan
nanti.
3.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri
dari beberapa
tahap yaitu :
a.
Operasi Hipospadia satu tahap(ONE STAGE
URETHROPLASTY ) Adalah tekhnik operasi sederhana yang
sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau
yang middle. Meskipun
sering
hasilnya
kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga
banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2
tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang
disertai dengan
kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan.
Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan
kelainan-kelainan
yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok.Kearah ventral ( bawah
) dengan dorsal; skin hood dan propenil
bifid
scrotum. Intinya tipe hipospadia yang
letak
lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari
tempat semestinya )
biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada
saat
dilakukan operasi pembuatan
uretra ( saluran
kencing ). Kelainan
yang seperti ini biasanya harus dilakukan
2 tahap.
b.
Operasi Hipospadia 2 tahap
Tahapan pertama operasi
pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya
posisi
meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal (
lebih
mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium
untuk menutup bagian ventral/bawah
penis. Tahap
selanjutnya
( tahap kedua ) dilakukan
uretroplasty
( pembuatan
saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang
terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan
kelainan yang dialami oleh pasien.
B. KONSEP KEPERAWATAN
2.10 Pengkajian
1. Identitas
a. Usia
Ditemukan saat lahir
b. Jenis kelamin
hipospadia
merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi pada laki-laki dengan angka
kemunculan 1:250 dari kelahiran hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
Lubang
penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis,
penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena adanya
kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus duduk.(Muslihatum,
2010:163)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien
dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya
sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti penyebabnya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien dengan
hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung kebawah adanya lubang kencing
tidak pada tempatnya sejak lahir.
4. Riwayat Kongenital
a. Penyebab yang jelas belum diketahui.
b. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
c. Lingkungan polutan teratogenik.
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
Hipospadia
terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu
ke-10 sampai minggu ke-14.
6. Activity Daily Life
a.
Nutrisi
Tidak ada gangguan
b.
Eliminasi
anak
laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran dalam mengarahkan aliran
urinnya, bergantung pada keparahan anomali, penderita mungkin perlu
mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi lubang abnormal menyebabkan
obstruksi urin parsial dan disertai oleh peningkatan insiden ISK
c. Hygiene Personal
Dibantu oleh perawat dan keluarga
d. Istirahat dan Tidur
Tidak ada gangguan
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler
Tidak ditemukan
kelainan
b. Sistem neurologi
Tidak ditemukan
kelainan
c. Sistem pernapasan
Tidak ditemukan
kelainan
d. Sistem integumen
Tidak ditemukan
kelainan
e. Sistem muskuloskletal
Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan
§
Palpasi abdomen untuk
melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
§
Kaji fungsi perkemihan
§
Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
§
Adanya lekukan pada
ujung penis
§
Melengkungnya penis ke
bawah dengan atau tanpa ereksi
§
Terbukanya uretra pada
ventral
§
Pengkajian setelah
pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, drinage.
2.11 Diagnosa
A.
Pre Operasi
1. Gangguan rasa
nyaman
B.
Post Operasi
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
2.12 Rencana
Intervensi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di deteksi ketika
atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada
muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang penis. Kelainan
tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu penis yang menekuk
kebawah
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk mengembalikan
penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan
sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis dinyatakan sebagai ukuran yang
layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra.
3.2 Saran
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Hipospadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki
oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengaplikasikannya serta
berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung
profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai bagian dari
tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi.
Jakarta: EGC
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima
Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
(1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
:EGC.
Wilkinson
M. Judith & Nancy R. Ahern. 2010. Buku
saku diagnosis keperawatan edisi 9.Jakarta : EGC
Anonim. 2014. Makalah ASKEP HIPOSPADIA (http://.wordpress.com/2010/02/03/) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA
Anonim. 2014. Askep Hipospadia (http://blogspot.com/2010/02/arie-noki/askep-hipospadia) diakses
tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA
Anonim. 2014. Hipospadia (http://www.google.com/ 2010/02/03/ hipospadia/TRI RIZKI PERURI
HARDIANTO MAKALAH HYPOSPADIA.html) diakses tanggal 11 Mei 2014 Pukul 20.00 WITA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Askep tentang “Hipospadia” tugas ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Keperawatan Anak.
Adapun Askep tentang Hipospadia
telah saya usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan tugas ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga saya dapat memperbaiki tugas ini.
Akhirnya kami mengharapkan semoga
dari Askep tentang Hipospadia dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga
dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Gorontalo, Mei 2014
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1
Latar
Belakang ............................................................................ 1
1.2
Rumusan
Masalah ........................................................................ 2
1.3
Tujuan
.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................ 4
2.1 Definisi Hipospadia ..................................................................... 4
2.2
Etiologi
........................................................................................ 4
2.3 Prognosis ..................................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ................................................................................. 5
2.5 Klasifikasi..................................................................................... 6
2.6 Maninfestasi Klinik ..................................................................... 6
2.7 Komplikasi ................................................................................... 7
2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 7
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 8
2.10 Pengkajian ................................................................................. 10
2.11 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 12
2.12 Pathways ................................................................................... 13
2.13 Rencana Intervensi .................................................................... 14
BAB III PENUTUP......................................................................... 22
3.1 Kesimpulan................................................................................... 22
3.2 Saran ............................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 23
21 September 2015 pukul 21.57
nice gan (Y), izin copas yaa